Indonesia adalah negeri yang kaya akan destinasi wisata—dari pantai tropis, pegunungan yang sejuk, hingga taman hiburan yang dulu selalu dipenuhi gelak tawa anak-anak. Namun, waktu terus berjalan. Ada tempat-tempat yang dulu sangat ramai dan penuh cerita, kini perlahan meredup dan akhirnya tinggal kenangan. Artikel ini akan membawa Anda menyusuri jejak nostalgia, mengenang tempat-tempat wisata yang dahulu menjadi primadona namun kini tak lagi bersinar. Apa penyebabnya? Bagaimana dampaknya terhadap masyarakat sekitar? Dan adakah harapan untuk menghidupkannya kembali?
Ketika Masa Keemasan Berlalu
Taman Hiburan yang Kini Sepi dan Terabaikan
Pada era 90-an hingga awal 2000-an, taman hiburan seperti Taman Ria Senayan di Jakarta, Surabaya Fun Park, atau bahkan Istana Boneka di beberapa daerah pernah menjadi destinasi liburan keluarga yang sangat digemari. Anak-anak menanti hari Minggu untuk bisa naik wahana seperti komidi putar, roller coaster mini, atau sekadar menikmati es krim sambil duduk di bawah pepohonan rindang.
Namun, seiring dengan hadirnya hiburan modern dan pusat perbelanjaan yang makin marak, taman-taman ini mulai kehilangan pengunjung. Tidak ada lagi antrean panjang di loket tiket, tidak terdengar lagi tawa riang anak-anak saat bermain air di kolam buatan. Beberapa bahkan sudah berubah fungsi menjadi area parkir atau pusat perbelanjaan baru. Sebuah transformasi yang tak terelakkan, namun tetap menyisakan kesedihan.
Pemandian Alam yang Hilang Ditelan Zaman
Selain taman hiburan, pemandian alam seperti pemandian Candi Umbul di Magelang atau Sendang Gedhe di Jawa Timur dulu menjadi tempat warga lokal bersantai dan bermain air. Sebelum era gadget, tempat seperti ini selalu menjadi favorit saat libur panjang sekolah. Tetapi kini, banyak dari mereka sudah rusak, tercemar, atau bahkan dibiarkan terbengkalai.
Penyebabnya bukan hanya karena minimnya kunjungan, tetapi juga karena kerusakan lingkungan, pembangunan tanpa perencanaan, serta kurangnya kepedulian terhadap pelestarian. Akhirnya, air yang dulu jernih berubah keruh, dan tawa anak-anak yang dulu menggema kini hanya tinggal gema kenangan.
Faktor Penyebab Meredupnya Tempat Wisata
Kurangnya Perawatan dan Modernisasi
Salah satu alasan utama mengapa tempat-tempat wisata ini ditinggalkan adalah karena kurangnya perawatan. Banyak fasilitas yang rusak dibiarkan begitu saja. Wahana yang dulu menjadi daya tarik kini tak bisa digunakan lagi karena tidak aman. Sementara wisatawan zaman sekarang menuntut kenyamanan dan keamanan yang lebih tinggi.
Tanpa inovasi, tempat-tempat tersebut tidak mampu bersaing dengan destinasi baru yang lebih modern dan terkelola secara profesional. Inilah yang terjadi pada banyak taman bermain tua yang akhirnya tutup karena kalah bersaing dengan mal, bioskop, dan taman tematik baru.
Dampak Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 memberikan pukulan telak terhadap dunia pariwisata. Banyak tempat wisata yang terpaksa tutup selama berbulan-bulan. Ketika dibuka kembali, sebagian besar kehilangan daya tariknya karena operasional terganggu, dan pengunjung enggan datang karena alasan kesehatan.
Beberapa tempat yang semula hanya butuh perbaikan kecil kini jadi rusak parah karena terlalu lama tidak digunakan. Pendapatan nol, tapi biaya perawatan tetap jalan—akhirnya tak sedikit yang gulung tikar dan tidak buka kembali.
Perubahan Pola Wisata Generasi Muda
Generasi saat ini lebih tertarik pada pengalaman yang bisa dibagikan di media sosial. Tempat-tempat wisata yang tidak “Instagramable” perlahan kehilangan daya saing. Mereka lebih memilih destinasi alam eksotik, kafe estetik, atau tempat dengan narasi unik dan personal.
Wisata nostalgia yang tidak dikelola dengan baik akhirnya hanya menjadi bangunan tua yang tak lagi dilirik. Padahal, nilai sejarah dan kebudayaan yang melekat di dalamnya sangat tinggi.
Dampak Sosial dan Ekonomi
Kehilangan Lapangan Kerja
Ketika tempat wisata tutup, bukan hanya pengelola yang merugi. Ratusan hingga ribuan pekerja yang selama ini bergantung hidup pada sektor tersebut juga terdampak. Penjual makanan, penjaga loket, petugas keamanan, dan pedagang oleh-oleh kehilangan mata pencaharian.
Kisah Pak Darto, mantan petugas kebersihan di sebuah taman hiburan di Jawa Tengah, menjadi potret nyata. Ia mengaku sejak tempat kerjanya tutup tahun 2021, ia harus banting tulang menjadi pemulung demi bertahan hidup. Dulu, ia bangga karena merasa punya pekerjaan tetap di tempat yang ramai, kini semua hanya tinggal cerita.
Mati Surinya Ekonomi Lokal
Di banyak daerah, keberadaan tempat wisata menjadi penggerak utama roda ekonomi lokal. Ketika wisatawan datang, banyak sektor ikut bergerak: penginapan, warung makan, transportasi, hingga kerajinan tangan. Tapi ketika tempat wisata mati, ekonomi desa atau wilayah itu ikut lesu.
Beberapa desa wisata bahkan kehilangan statusnya karena minimnya kunjungan. Pemuda-pemuda yang dulu bangga mengelola wisata desa akhirnya memilih merantau ke kota karena tidak ada lagi harapan di kampung halaman.
Kenangan yang Tak Terhapuskan
Nostalgia yang Terpatri di Hati
Meski tempat-tempat ini sudah tidak aktif atau berubah fungsi, banyak orang yang masih menyimpan kenangan indah di sana. Ada yang mengenang kunjungan pertamanya bersama orang tua, ada yang pertama kali jatuh cinta di tempat itu, bahkan ada yang menikah di lokasi wisata yang kini sudah tiada.
Jejak kenangan ini tidak bisa dihapus begitu saja. Foto-foto lama, cerita yang diwariskan dari generasi ke generasi, menjadi bukti bahwa tempat-tempat ini pernah punya makna besar dalam kehidupan banyak orang.
Komunitas Pecinta Sejarah dan Nostalgia
Uniknya, muncul komunitas yang berusaha mendokumentasikan tempat-tempat wisata lama yang terlupakan. Mereka mengunggah foto-foto lama, membuat konten video dokumenter, hingga mengadvokasi pelestarian tempat-tempat bersejarah.
Misalnya, Komunitas “Kenangan Nusantara” aktif memotret dan merekam taman hiburan tua, kolam pemandian alami, dan bangunan pariwisata yang terbengkalai. Mereka percaya bahwa dengan dokumentasi dan penyebaran cerita, generasi baru akan kembali tertarik dan memberi perhatian.
Upaya Revitalisasi dan Harapan Masa Depan
Program Rehabilitasi Wisata Warisan
Beberapa pemerintah daerah sudah mulai sadar akan pentingnya menghidupkan kembali wisata lama, bukan hanya dari sisi ekonomi, tetapi juga nilai budaya. Program rehabilitasi dilakukan, misalnya dengan memugar bangunan, memperbaiki infrastruktur, dan melibatkan warga lokal dalam pengelolaan.
Contohnya, Taman Lalu Lintas di Bandung yang sempat redup, kini direvitalisasi menjadi ruang terbuka hijau yang edukatif dan menarik kembali minat anak-anak serta keluarga.
Digitalisasi dan Promosi Kreatif
Tempat-tempat wisata lama kini mulai dipromosikan kembali melalui media sosial, konten kreator, dan kerja sama dengan influencer. Narasi nostalgia dijadikan nilai jual utama. Video “throwback” dan “explore tempat terbengkalai” menjadi tren baru di YouTube dan TikTok, yang secara tidak langsung membangkitkan rasa ingin tahu generasi muda.
Dengan pendekatan yang tepat, tempat wisata tua bisa diubah menjadi tempat wisata sejarah atau lokasi seni yang unik.
Keterlibatan Masyarakat Sebagai Kunci
Kebangkitan tempat wisata yang terlupakan tidak akan terjadi tanpa keterlibatan masyarakat lokal. Ketika warga setempat merasa memiliki dan bertanggung jawab, mereka akan ikut menjaga, mempromosikan, dan merawatnya.
Model komunitas pengelola seperti di desa wisata Panglipuran, Bali, bisa menjadi inspirasi bagi daerah lain. Mereka berhasil menjaga kelestarian sambil tetap menarik wisatawan dengan pendekatan berbasis budaya dan nilai lokal